Ketika Nasionalisme Menggelora Dalam Diri Anak Muda

Pada pertengahan tahun 2009, mungkin merupakan moment dimana banyak orang tergerak untuk bersikap lebih nasionalis. Kejadian teror bom H...

Pada pertengahan tahun 2009, mungkin merupakan moment dimana banyak orang tergerak untuk bersikap lebih nasionalis. Kejadian teror bom Hotel JW Marriott & Ritz Carlton, seolah semakin memicu nasionalisme dalam diri anak muda Indonesia. Ketidaknyamanan untuk berada di ruang publik, saat itu membuat banyak orang resah, karena takut terjadi ledakan bom susulan. Dari kejadian tersebut, beberapa kalangan public figure seperti Pandji Pragiwaksono, yang mengusung slogan "Kami Tidak Takut", diungkapkan melalui lagu. Selain itu, Daniel Tumiwa dan banyak public figure lainnya ikut mengusung slogan "Indonesia Unite".

Cafe Batavia, Kota Tua - Jakarta

Slogan-slogan tersebut diungkapkan melalui berbagai media, baik TV dan Radio (mengingat Pandji juga seorang penyiar di Hardrock FM Jakarta), serta melalui Social Media Network, seperti Facebook dan Twitter. Di dua media online ini, teriakan slogan "Kami Tidak Takut" dan "Indonesia Unite" digaungkan melalui update status (Facebook) dan tweet (Twitter) yang diberi hashtag #kamitidaktakut atau #indonesiaunite. Bahkan hashtag #indonesiaunite sempat menjadi Trending Topic (Twitter) untuk beberapa pekan. Slogan ini juga sempat menjadi pemberitaan di TV lokal Amerika. Mendekati hari kemerdekaan Indonesia, slogan ini semakin terdengar, hingga beberapa orang memproduksi T-Shirt, Pin dan beberapa aksesoris lainnya bertuliskan slogan-slogan tersebut dan beberapa slogan nasionalis lainnya.

Margy Simandjuntak, Kota Tua - Jakarta


Margy Simandjuntak, Kota Tua - Jakarta


Margy Simandjuntak, Kota Tua - Jakarta

Banyak orang kemudian mengganti atau menambahkan pada avatar / profile picture mereka, dengan unsur merah putih, baik di BBM, Facebook atau Twitter. Menurut saya, kebanyakan dari mereka melakukan hal ini karena dua alasan. Pertama, karena mereka ikut-ikutan. Dan yang kedua, karena merasa ini menjadi suatu kewajiban. Apakah ini hanya menjadi sebuah trend atau hanya menjadi luapan emosi semata? Saya memandang ini sebagai hal positif, dimana apresiasi dan loyalitas bangsa dipupuk dari hal yang kecil. Dan hal ini adalah salah satunya. Ketika tim sepakbola tanah air sedang bertanding di AFF Suzuki Cup di bulan Desember 2010, seluruh rakyat Indonesia, seolah menonton langsung untuk mendukung Tim Garuda di Gelora Bung Karno, Senayan. Dan kabar baiknya, nasionalisme yang digaungkan jauh hari sebelumnya, sudah terpatri di hati dan pikiran kita. Sehingga, dengan semangat menggelora, kita mendukung Tim Garuda.
SeaWorld Indonesia, Ancol - Jakarta

Ketakutan atas tidak adanya bukti nyata nasionalisme anak muda, saya rasa kurang beralasan. Dan memang tidak mudah untuk mengajak setiap individu, untuk mengobarkan semangat nasionalismenya. Butuh orang-orang tangguh yang memimpin dan menggerakan anak muda dengan karya-karya positif yang nasionalis.

You Might Also Like

0 comments